Oleh : Maksimus Masan Kian
Komunitas Wisata Menulis (KWM) Kabupaten Flores Timur, Sabtu (9/5/2015) menelusuri keindahan tersembunyi di balik Desa Lewobele, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flotim. Ide KWM Flotim dimunculkan dan diprakarsai oleh wartawan Flores Pos, Wentho Eliando. KWM Flotim adalah sebuah komunitas para jurnalis, pekerja media, penulis, blogger dan facebookers. Komunitas ini hadir dengan tujuan berwisata melepas kepenatan dan menulis; apa yang dilihat, dialami dan dirasakan di setiap tempat yang dikunjungi.
Desa Lewobele berada di bagian barat atau tepatnya
berada di wilayah Pantai Utara (Pantura), Kota Larantuka. Penelusuran dimulai
dari persimpangan Waitiu atau Waiwio. Sepanjang 1 Kilometer dari persimpangan,
roda ban sepeda motor dimanjakan dengan badan jalan beraspal hotmiks.
Selebihnya, badan jalan berlubang dan aspal berserakkan serta beberapa titik
jalan hanya beraspalkan tanah. Perjalanan dari Kota Larantuka hingga pusat Desa
Lewobele di tempuh sekitar 25 km.
Desa Lewobele, memiliki sekian potensi dan keindahan
alam yang menakjubkan. Di desa ini terdapat tujuh sumber mata air, tiga tempat
air terjun dari mata air yang sama, air panas di pesisir pantai, dan suguhan
panorama senja di bibir pantai. Semuanya ada di tempat ini. KWM Flotim
menelusuri Air Terjun Wai Nuwu dan menikmati suguhan pesona senja di Pantai
Lewobele menyaksikan sunset yang luar biasa menakjubkan.
“Untuk ke lokasi air terjun Wai Nuwu, kalian diantar
oleh beberapa warga. Mereka sudah menunggu di pondok tidak jauh dari kampung.
Pulangnya bisa menikmati sunset di bibir Pantai Lewobele,” kata Kepala Desa
Lewobele, Ambrosius Key Muda, dikediamannya sambil memberi gambaran singkat
perjalanan dan keindahan khusus di Air Terjun Wai Nuwu.
Penelusuran dimulai dengan tanjakan yang lumayan tajam
dan beristirahat untuk pertama kalinya di sebuah pondok pada areal yang sedikit
datar. Di pondok kebun warga itu, Martinus Lawe Koten, Valentinus Bae, dan
Simon Mukin, warga yang menjadi pemandu sudah menunggu untuk bersama menelusuri
bukit dan lembah, membelah sungai dan kebun-kebun warga menuju keindahan
tersembunyi, Air Terjun Wai Nuwu. Sebuah kenangan awal yang sungguh berkesan.
Bertemu warga yang murah senyum dan penuh bersahabat.
“Kurang lebih 4 Km lagi baru kita sampai di air
terjun. Jika terlambat beranjak, kita bisa pulang kemalaman. Mari kita
berangkat,” ajak Martinus Koten.
Sekitar lebih 1 Km perjalanan, gemeresik air sungai
sudah terdengar di telinga. Kegembiraan memekikan keheningan rerimbun pepohonan
hutan sambil berjalan menurun dengan pelan, sesekali harus berjalan posisi
duduk, sendal yang melekat pada kaki dilepas menghindari terperosok pada
turunan bukit yang terjal.
Saatnya masuk sungai dan berjalan menyusurinya.
Rimbunan pohon-pohon di sekitar kiri dan kanan sepanjang sungai tampak masih
sangat asli dan begitu lebat. Tak ada bekas di tebang, tak ada sisa bakaran
api. Sungguh sejuk dan mempesona. Tanaman-tanaman hutan dan kilau warna-warni
bebatuan terbentang sepanjang sungai yang dilalui.
Sekitar 1 km menempuh perjalanan di tengah kali,
nampak jaringan pipa yang ditusuk saja di tengah aliran sungai. Rupanya itulah
cara warga membuat perangkap mengalirkan air menuju perkampungan Lewobele. Dari
perangkap air itu, kebutuhan masyarakat Lewobele akan air terpenuhi. Untuk
mandi, mencuci, memasak dan kebutuhan lainnya. Tidak itu saja, dalam perjalanan
juga dijumpai sebuah gua yang didalamnya terdapat sarang burung Walet.
Dua jam lebih menyusuri sungai dan tibalah di tempat
yang permukaanya sedikit lebih tinggi. Bunyi hempasan dan desiran air mulai
terdengar. Bunyinya cukup keras. Langkah kaki ini semakin dipercepat. Tidak
lama kemudian sampailah di air terjun. Semua terperanga takjub melihat
indahnya air terjun Wai Nuwu. Tanpa menunggu waktu lama, semua langsung
menceburkan diri pada pusaran air terjun.
Air terjun memiliki kekuatan aliran yang cukup deras
dengan ketinggian kurang lebih 60 meter. Ada dua tingkatan pada aliran air
terjun tersebut. Aliran air cukup deras, air jernih, sejuk. Air terjun ini
dikelilingi bebatuan yang cukup besar dan pepohonan yang masih asli dan asri.
Teduh, sejuk, dan sungguh luara biasa keindahan alam ciptaan yang maha kuasa.
Mandi dan mencebur kedalam air terjun hingga puas, sambil menikmati ubi kayu
yang direbus dengan tuak manis, dan pisang susu dipetik langsung dari pohonnya.
Saat istirahat di sekitar air terjun Wai Nuwu ini, Tinus Koten warga yang
pertama kali menemukan air terjun Wai Nuwu bercerita kisah ditemukan air terjun
Wai Nuwu.
“Saya diceritakan orang tua kalau ada mata air didekat
kampung ini. Tapi saya tidak tahu persisnya ada dimana. Setelah gempa 1992,
saya menemukan air terjun ini. Awalnya saya berburu babi hutan di gunung dan
saya mendengar bunyi desiran air yang berada semakin dekat dan semakin keras.
Saya berhenti dan mendekati sumber desiran air tadi. Saya melihat air terjun
ini. Saya panik karena baru pertama kali melihat air terjun secara langsung.
Karena penasaran, saya terus menyusuri tempat disekitar ini dan dalam waktu
yang tidak lama, berhasil menemukan air terjun di dua tempat lain yang berbeda.
Air terjun yang pertama dan ketiga bisa dijangkau sementarta air terjun yang
kedua karena medannya sangat sulit.”
Waktu sudah pukul 15.00 wita. Langkah kaki beranjak
kembali ke kampung Lewobele. Tiba di kampung Lewobele sekitar pukul 17.00 wita.
Istirahat sejenak di rumah kepala Desa, sambil menikmati kopi. Sekejap nampak
dihadapan sunset yang begitu indah. Tak menyia- nyiakan kesempatan. Dengan
baterei yang masih tersisa pada kamera digital, jepretan demi jepretan sunset
terdokumentasi. Sungguh indah, dan menarik, si cantik yang belum dijamah. Ia
menanti jamahanmu. Semoga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar