BERJALAN

SELAMAT DATANG DI ASOSIASI GURU PENULIS INDONESIA (AGUPENA)FLORES TIMUR

Jumat, 17 Juli 2015

AIR TERJUN WAI NUWU-LEWOBELE SI CANTIK YANG BELUM DIJAMAH



Oleh : Maksimus Masan Kian

Komunitas Wisata Menulis (KWM) Kabupaten Flores Timur, Sabtu (9/5/2015) menelusuri keindahan tersembunyi di balik Desa Lewobele, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flotim. Ide KWM Flotim dimunculkan dan diprakarsai oleh wartawan Flores Pos, Wentho Eliando. KWM Flotim adalah sebuah komunitas para jurnalis, pekerja media, penulis, blogger dan facebookers. Komunitas ini hadir dengan tujuan berwisata melepas kepenatan dan menulis; apa yang dilihat, dialami dan dirasakan di setiap tempat yang dikunjungi.
Desa Lewobele berada di bagian barat atau tepatnya berada di wilayah Pantai Utara (Pantura), Kota Larantuka. Penelusuran dimulai dari persimpangan Waitiu atau Waiwio. Sepanjang 1 Kilometer dari persimpangan, roda ban sepeda motor dimanjakan dengan badan jalan beraspal hotmiks. Selebihnya, badan jalan berlubang dan aspal berserakkan serta beberapa titik jalan hanya beraspalkan tanah. Perjalanan dari Kota Larantuka hingga pusat Desa Lewobele di tempuh sekitar 25 km.
Desa Lewobele, memiliki sekian potensi dan keindahan alam yang menakjubkan. Di desa ini terdapat tujuh sumber mata air, tiga tempat air terjun dari mata air yang sama, air panas di pesisir pantai, dan suguhan panorama senja di bibir pantai. Semuanya ada di tempat ini. KWM Flotim menelusuri Air Terjun Wai Nuwu dan menikmati suguhan pesona senja di Pantai Lewobele menyaksikan sunset yang luar biasa menakjubkan.
“Untuk ke lokasi air terjun Wai Nuwu, kalian diantar oleh beberapa warga. Mereka sudah menunggu di pondok tidak jauh dari kampung. Pulangnya bisa menikmati sunset di bibir Pantai Lewobele,” kata Kepala Desa Lewobele, Ambrosius Key Muda, dikediamannya sambil memberi gambaran singkat perjalanan dan keindahan khusus di Air Terjun Wai Nuwu.
Penelusuran dimulai dengan tanjakan yang lumayan tajam dan beristirahat untuk pertama kalinya di sebuah pondok pada areal yang sedikit datar. Di pondok kebun warga itu, Martinus Lawe Koten, Valentinus Bae, dan Simon Mukin, warga yang menjadi pemandu sudah menunggu untuk bersama menelusuri bukit dan lembah, membelah sungai dan kebun-kebun warga menuju keindahan tersembunyi, Air Terjun Wai Nuwu. Sebuah kenangan awal yang sungguh berkesan. Bertemu warga yang murah senyum dan penuh bersahabat.
“Kurang lebih 4 Km lagi baru kita sampai di air terjun. Jika terlambat beranjak, kita bisa pulang kemalaman. Mari kita berangkat,” ajak Martinus Koten.

Sekitar lebih 1 Km perjalanan, gemeresik air sungai sudah terdengar di telinga. Kegembiraan memekikan keheningan rerimbun pepohonan hutan sambil berjalan menurun dengan pelan, sesekali harus berjalan posisi duduk, sendal yang melekat pada kaki dilepas menghindari terperosok pada turunan bukit yang terjal.
Saatnya masuk sungai dan berjalan menyusurinya. Rimbunan pohon-pohon di sekitar kiri dan kanan sepanjang sungai tampak masih sangat asli dan begitu lebat. Tak ada bekas di tebang, tak ada sisa bakaran api. Sungguh sejuk dan mempesona. Tanaman-tanaman hutan dan kilau warna-warni bebatuan terbentang sepanjang sungai yang dilalui.
Sekitar 1 km menempuh perjalanan di tengah kali, nampak jaringan pipa yang ditusuk saja di tengah aliran sungai. Rupanya itulah cara warga membuat perangkap mengalirkan air menuju perkampungan Lewobele. Dari perangkap air itu, kebutuhan masyarakat Lewobele akan air terpenuhi. Untuk mandi, mencuci, memasak dan kebutuhan lainnya. Tidak itu saja, dalam perjalanan juga dijumpai sebuah gua yang didalamnya terdapat sarang burung Walet.
Dua jam lebih menyusuri sungai dan tibalah di tempat yang permukaanya sedikit lebih tinggi. Bunyi hempasan dan desiran air mulai terdengar. Bunyinya cukup keras. Langkah kaki ini semakin dipercepat. Tidak lama kemudian sampailah di air terjun. Semua terperanga takjub melihat indahnya air terjun Wai Nuwu. Tanpa menunggu waktu lama, semua langsung menceburkan diri pada pusaran air terjun.

Air terjun memiliki kekuatan aliran yang cukup deras dengan ketinggian kurang lebih 60 meter. Ada dua tingkatan pada aliran air terjun tersebut. Aliran air cukup deras, air jernih, sejuk. Air terjun ini dikelilingi bebatuan yang cukup besar dan pepohonan yang masih asli dan asri. Teduh, sejuk, dan sungguh luara biasa keindahan alam ciptaan yang maha kuasa. Mandi dan mencebur kedalam air terjun hingga puas, sambil menikmati ubi kayu yang direbus dengan tuak manis, dan pisang susu dipetik langsung dari pohonnya. Saat istirahat di sekitar air terjun Wai Nuwu ini, Tinus Koten warga yang pertama kali menemukan air terjun Wai Nuwu bercerita kisah ditemukan air terjun Wai Nuwu.
“Saya diceritakan orang tua kalau ada mata air didekat kampung ini. Tapi saya tidak tahu persisnya ada dimana. Setelah gempa 1992, saya menemukan air terjun ini. Awalnya saya berburu babi hutan di gunung dan saya mendengar bunyi desiran air yang berada semakin dekat dan semakin keras. Saya berhenti dan mendekati sumber desiran air tadi. Saya melihat air terjun ini. Saya panik karena baru pertama kali melihat air terjun secara langsung. Karena penasaran, saya terus menyusuri tempat disekitar ini dan dalam waktu yang tidak lama, berhasil menemukan air terjun di dua tempat lain yang berbeda. Air terjun yang pertama dan ketiga bisa dijangkau sementarta air terjun yang kedua karena medannya sangat sulit.”

Waktu sudah pukul 15.00 wita. Langkah kaki beranjak kembali ke kampung Lewobele. Tiba di kampung Lewobele sekitar pukul 17.00 wita. Istirahat sejenak di rumah kepala Desa, sambil menikmati kopi. Sekejap nampak dihadapan sunset yang begitu indah. Tak menyia- nyiakan kesempatan. Dengan baterei yang masih tersisa pada kamera digital, jepretan demi jepretan sunset terdokumentasi. Sungguh indah, dan menarik, si cantik yang belum dijamah. Ia menanti jamahanmu. Semoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar