Angin
bergemerisik di sela-sela dedaunan,
kicauan burung kenari yang saling bersahutan meyapa kami siang itu. Tak
ada suara manusia yang terdengar di sekitarnya. Alam seolah mematung dalam diam
nian.Suasana hening bening, sunyi, mistis, keramat dan bernuansa religius yang
tinggi.
Udara siang yang
memanggang seolah takluk pada rimbun julang pohon yang memagari pelataran
tempat ini. Sesekali, konsentrasi kami di gelitik oleh remukan dedaunan kering
saat binatang melata merayap di baliknya.
Pada
kesempaatan yang tak direncanakan sebelumnya, kami datang dan melihat salah
satu obyek rohani, Kabupaten Flores Timur, tepatnya di Kenari Belolon Desa Pajinian
Kecamatan Adonara Barat.
Gua
Wato Jong (Wato : Batu, dan Jong : Kapal) merupakan gua alam yang berada di stasi santo
Yoseph Kenariblolong, Desa Pajinian, Kecamatan Adonara Barat.
Untuk
sampai ke Gua Wato Jong, kita menempuh perjalanan sejauh 200 meter. Dari arah
Waiwadan, kita akan belok kiri persis disebelah kanannya terdapat Kapela St.
Yoseph Kenariblolong. Bisa berjalan kaki, menggunakan kendaraan roda dua maupun
roda empat.
Gua
ini memiliki ceritra sejarah tersendiri bagi warga Kabupaten Flores Timur pada
umumnya, dan umat stasi St. Yoseph Kenariblolong pada khususnya.
Gua
Wato Jong menurut penuturan Bapak Mikhael Mige Paun, tokoh masyarakat yang juga mantan Ketua Dewan Stasi santo
Yoseph Kenariblolong mengatakan, gua tersebuawalnya adalah sebuah kapal asing
yang disebut JONG. Kapal (Jong ) ini berlabuh ditempat itu ( Sekarang lokasi
gua) hanya sementara untuk memetik hasil
pinang masyarakat setempat. Sebuah keajaiban, kapal tersebut kemudian berubah
menjadi sebuat batu karang yang besar. Terdapat tiga bongkahan besar yang
saling berdempetan satu dengan yang lainya. Ada dua tingkatan.
Sejak
terjadi keajaiban itu, tepat ini menjadi sangat keramat. Hampir semua warga
takut untuk datang di tempat ini. Kondisi ini membuat warga berinisiatif untuk
menata, meletahkan patung, dan kemudiaan bisa dijadikan sebagai Gua rohani,
tempat untuk berdoa.
Dibawah
pimpinan Rm. Herman Utan, Pr Pastor
Paroki Santa Maria Goreti Waiwadan waktu itu, mengundang Uskup Larantuka untuk
memberkati tempat ini. Maka, tepat pada tanggal 3 oktober 1988 gua Wato Jong
diberkati oleh yang mulia Bapak Uskup
Larantuka Mgr. Darius Nggawa, SVD (Alm), kemudian diberi nama gua Wato Jong. Setelah
diberkati, Gua Wato Jong diresmikan oleh Bupati Flores Timur waktu itu Simon
Petrus Soliwoa. Sejak saat itu, oleh umat se Paroki Waiwadan pada Khususnya,
dan umat di Paroki lain pada Keuskupan Larantuka menjadikan Gua Wato Jong sebagai obyek wisata Rohani, tempat bertapa
dan berdoa.
Gua
ini memiliki dua tingkat. Untuk naik ke pelataran pada tingkat pertama, kita
menaiki kurang lebih 36 anak tangga. Tangga yang tersusun rapih dari lantai dasar menuju ke altar gua.
Di
kompleks Gua ini memiliki memiliki enam patung rohani, terdiri dari, tiga buah
patung Maria , satu salib Yesus, dan satu patung Maria Dolorosa. Lima patung
ditempatkan secara terpisah namun berdekatan, pada pelataran tingkat satu,
sementara pada bagian atas (tingkat dua) ditempatkan patung Mater Dolorosa, dan
disekitarnya terdapat sebuah peti jenazah. Pada bongkahan batu di pelataran doa
bagian bawah, terdapat terowongan dalam bongkahan batu tersebut yang tembus
hingga ke bagian atasnya. Untuk sampai ke bagian atas, cukup berjalan kaki
dengan mengambil jalan pada sisi kiri Gua.
Yohanes
Oskar, tokoh Muda di Desa Pajinian, mengatakan bahwa dengan keberadaan Gua Watojong ini
,Stasi dan Desa mereka selalu ramai
dikunjungi oleh peziarah dari luar Paroki Waiwadan, hingga Peziarah yang
bukan berasalah dari Pulau Adonara. “Gua Wato Jong paling ramai dikunjungi ketika
memasuki bulan Maria (bulan Mei)”, kata Oskar.
Berbeda
dengan Oskar, Martinus Todo, tokoh
masayarakat Desa Pajinian, menaruh harapan kepada komponen terkait dalam upaya
perawatan Gua Wato Jong yang telah lama menjadi obyek wisata rohani. “ Semoga
kedepannya, gua Wato Jong ini dapat dikelola lebih baik lagi. Kita butuh kerja
sama. Saat ini, di areal Gua Wato Jong kurang mendapat perhatiaan dalam hal ini
pemugaran patung – patung dan kebersihan di Lokasi”, kata Tinus.
Pantauan
penulis, arela gua Wato Jong yang memiliki nilai religius yang tinggi ini tidak
terawat dengan baik. Daun- daun yang jatuh diareal taman doa tidak dibersihkan.
Di lokasi ini tidak ada penjaga. Pada patung Yesus disalibkan, terdapat bagian
yang sudah patah namun belum digantikan. Semoga saja ada perhatian pihak –
pihak terkait dalam upaya merawat dan menjaga Taman doa, sekaligus taman wisata
Gua Wato Jong ini, agar semakin banyak orang datang dan berziarah di tempat
ini.
Keasrian alam
yang masih asli memberi kesan religi yang kuat, mengundang hasrat setiap peziarah
kembali lagi ke tempat ini. ( Karya Jeremias Lagadoni Paun dan Benediktus Bereng Lanan. Anggota Agupena Flotim)
Profisiat buat teman berdua yang memiliki motivasi dan kepekaan yang kuat untuk MENULIS.
BalasHapusSallu!
Terima kasih telah meluangkan waktu untuk datang sekaligus menelusuri Gua Wato Jong. Guratannya cukup Menarik.
BalasHapusDulu, Gua ini memiliki kekuatan mistis dan sangat sakral, namun seiring dengan perkembangan zaman hal itu terasa sirna, terasa biasa-biasa saja. Entalah menurut orang-orang yang nota benenya baru mendatangi tempat ini. Batu-batu yang dulu tersusun rapi di bawah kaki Gua, berserakan tanpa ada yang mengurusinya. Daun-daun kering berhamburan tanpa ada yang berusaha untuk membersihkan. Asap api akibat bembakaran lahan perkebunan di sekitar Gua ini, seolah menutupi wajah Gua Wato Jong kala musi menanam tiba. Para peziarah pun enggan untuk datang lagi di tepat ini, kalau pun ada, mungkin tidak seramai dulu.
Benar adanya, bahwa sangat dibutuhkan perhatian dari pada pihak terkait, dalam hal ini, pemerintahan desa maupun pengurus dewan stasi, agar kiranya melakukan pembenahan atau merawat lagi kondisi Gua yang tak lagi seindah dulu. Hemat saya sebagai warga desa pajinian atau umat stasi kenaribelolong, bahwasanya selain sebagai temapat wisata rohani, dapat memberikan pemasukan pada desa atau stasi, lewat karcis masuk atau sejenisnya.
Berbicara tentang Gua Wato Jong, saya punya cerita. Pada bulan mei lalu, tepatnya tanggal 31 mei, saya sempat mengikuti prosesi atau perarakan patung Bunda Marai keliling kampung, dimana hal ini merupakan momentum tahunan yang dilaksanakan oleh seluruh umat Kenaribelolong dan stasi tetangga lainnya. Rasanya ada yang hilang dari satu yang utuh setelah melihat rute perarakan tidak sama seperti sebelumnya, sewaktu Rm, Herman Utan masih menjadi pastor paroki St. Maria Goreti-Waiwadan. Rute perarakan pada masa pimpinan beliau yakni,Gereja-Gua-Armida-Gereja. Dan sekarang di bawah pimpinan Rm. Harto Wain, rute perarakannya, Gereja-Armida-Gereja. Melihat hal ini, saya sempat beranya pada beberapa umat. Menurut penuturan mereka, hal yang menjadi kebiasaan baik dari dulu terpaksa dikikis, karena merupakan intruksi langsung dari Pastor paroki sendiri. Sejak beliau menjadi pastor paroki, perayaan misa pembukaan hingga penutupan bulan maria tidak lagi dilaksanakan di Gua Wato Jong, karena merupakan suatu kegiatan menyembah berhala. Bagaimana padangan penulis sendiri tentang hal ini?
Bro Watowuan. Gereja Katolik kaya dengan tradisi dan devosi kepada Bunda Maria. Wato Jong sdh menjadi tempat ziarah Maria selama bertahun-tahun. Ianya sdh menjadi tempat suci bagi umat Katolik. Jadi disini tdk ada yg menyembah berhala. Romo pastor Paroki Waiwadan itu blm tau atau tidak pernah mengetahui tentang kesakralan Gua Maria Wato Jong.
HapusDisini kita tidak menyembah berhala tempat itu sebagai satu penghormatan terhadap Maria. Apalagi di buat perayaan Ekaristi Kudus di tempat tersebut.
Jadi klaim tentang menyembah berhala itu adalah klaim omong kosong.
Bro Watowuan. Gereja Katolik kaya dengan tradisi dan devosi kepada Bunda Maria. Wato Jong sdh menjadi tempat ziarah Maria selama bertahun-tahun. Ianya sdh menjadi tempat suci bagi umat Katolik. Jadi disini tdk ada yg menyembah berhala. Romo pastor Paroki Waiwadan itu blm tau atau tidak pernah mengetahui tentang kesakralan Gua Maria Wato Jong.
HapusDisini kita tidak menyembah berhala tempat itu sebagai satu penghormatan terhadap Maria. Apalagi di buat perayaan Ekaristi Kudus di tempat tersebut.
Jadi klaim tentang menyembah berhala itu adalah klaim omong kosong.
Trimakasih atas waktunya abang utk menulis tentang Kisah Gua Maria Wato Jong.
BalasHapusSebenarnya saya juga pernah berpikir untuk menuliskannya namun berhubung sejarah Wato Jong saya tidak begitu mengetahuinya.
Dan saya juga tidak punya foto yang bisa saya jadikan untuk sebuah keterangan dari sebuah tulisan.
Waktu kecil Dari SD hingga SMS Setiap bulan Maria (Mei) dan Bulan Rosario (Oktober) saya dan keluarga dan teman-teman selalu berziarah ke Gua Watojong berhubung kami di Wilayah Pedalaman (Bukit Seburi & sekitarnya) masih separoki dgn Waiwadan. Namun setelah pemekaran paroki 3 tahun yang lalu kami sudah punya Paroki baru yaitu Paroki Hati Kudus Yesus, Ritawolo.
Setelah tamat SMP saya ke Malaysia, 2010 saya pulang ke kampung halaman dalam rangka liburan sebulan dgn niat yang kuat utk ke Watojong namun tdk sempat karna telah lewat bulan Oktober. Pada September 2015 baru2 ini juga saya liburan 2 bulan di kampung dengan niat yang cukup kuat untuk ziarah ke sana. Namun tdk sempat lagi karna saya ketinggalan Informasi dari umat di paroki Waiwadan. Pada 30 Oktober saya dan Kelompok Santa Anna sedekenat Adonara ziarah Maria di Longot. Pada Minggu, 1 November2015 (peringatan Hari Para Kudus) umat Paroki Waiwadan berziarah ke Gua Wato Jong. Saya hanya sedikit saja ketinggalan informasi tersebut yg membuat saya sedih karna tdk bisa ke Wato Jong.
Di sini saya hanya mau mengucapkan terima kasih buat penulis blog ini karna dengannya saya bisa tau kisah selengkapnya tentang Wato Jong. Sebenarnya kisah ini saya sudah dengar dari orang-orang tua dulu hanya masih simpang siur jalan ceritanya namun kebanyakan cerita itu hampir sama dengan tulisan disini.
Saya mohon izin agar bisa copas dan share sejarah Gua Maria Wato Jong di Page Rohani kami. Trimakasih!
Deus Benedictam Tibi
Trimakasih atas waktunya abang utk menulis tentang Kisah Gua Maria Wato Jong.
BalasHapusSebenarnya saya juga pernah berpikir untuk menuliskannya namun berhubung sejarah Wato Jong saya tidak begitu mengetahuinya.
Dan saya juga tidak punya foto yang bisa saya jadikan untuk sebuah keterangan dari sebuah tulisan.
Waktu kecil Dari SD hingga SMS Setiap bulan Maria (Mei) dan Bulan Rosario (Oktober) saya dan keluarga dan teman-teman selalu berziarah ke Gua Watojong berhubung kami di Wilayah Pedalaman (Bukit Seburi & sekitarnya) masih separoki dgn Waiwadan. Namun setelah pemekaran paroki 3 tahun yang lalu kami sudah punya Paroki baru yaitu Paroki Hati Kudus Yesus, Ritawolo.
Setelah tamat SMP saya ke Malaysia, 2010 saya pulang ke kampung halaman dalam rangka liburan sebulan dgn niat yang kuat utk ke Watojong namun tdk sempat karna telah lewat bulan Oktober. Pada September 2015 baru2 ini juga saya liburan 2 bulan di kampung dengan niat yang cukup kuat untuk ziarah ke sana. Namun tdk sempat lagi karna saya ketinggalan Informasi dari umat di paroki Waiwadan. Pada 30 Oktober saya dan Kelompok Santa Anna sedekenat Adonara ziarah Maria di Longot. Pada Minggu, 1 November2015 (peringatan Hari Para Kudus) umat Paroki Waiwadan berziarah ke Gua Wato Jong. Saya hanya sedikit saja ketinggalan informasi tersebut yg membuat saya sedih karna tdk bisa ke Wato Jong.
Di sini saya hanya mau mengucapkan terima kasih buat penulis blog ini karna dengannya saya bisa tau kisah selengkapnya tentang Wato Jong. Sebenarnya kisah ini saya sudah dengar dari orang-orang tua dulu hanya masih simpang siur jalan ceritanya namun kebanyakan cerita itu hampir sama dengan tulisan disini.
Saya mohon izin agar bisa copas dan share sejarah Gua Maria Wato Jong di Page Rohani kami. Trimakasih!
Deus Benedictam Tibi
Thank you so much,teristimewah untuk Kakak-kakak Senior Penulis.
BalasHapusMelihat dari segi kebersihan pada Object wisata religius kita tersebut,maka Marilah kita saling berkolaborasi bersama untuk Peduli Kotoran (Sampah).#SALAM LESTARI#
Mohon izin pake deskripsinya buat
BalasHapus