Oleh:
Elfridus Sutomo Beramang, S.Pd, M.Pd
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Biologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Saat Ini Staf Pengajar pada SMK Negeri 1 Larantuka
Sejatinya, sumber pokok pangan
penduduk NTT adalah jagung, bukan beras. Orang NTT dapat hidup sehat dengan
makan jagung. Bahkan dengan jagung lokal alias jagung asli NTT. Bukan saja
karena jenis jagung itu telah dibudidayakan dan dikonsumsi nenek moyang
penduduk NTT sejak abad ke-16 silam. Juga bukan hanya karena mayoritas wilayah
NTT kering dan tandus. Melainkan, karena
secara ilmiah telah terbukti bahwa kandungan nutrien jagung lokal NTT setara
dengan beras maupun gandum.
Bergesernya sumber pangan pokok masyarakat NTT dari jagung ke
beras diperkirakan bermula sejak tahun 1980-an. Pergeseran ini, terutama disebabkan oleh kebijakan pemerintah pada saat
itu yang serta-merta diterima oleh masyarakat. Masyarakat kemudian berperilaku
bahwa yang namanya makan berarti makan nasi, meskipun telah mengkonsumsi bahan pangan yang lain
seperti jagung. Kalau mereka belum
mencicipi nasi, tetap dianggap belum makan.
Padahal, kandungan nutrien jagung tak berbeda jauh dari beras.
Jagung Flores Timur
Ambillah varietas jagung lokal di
kabupaten Flores Timur sebagai contoh kajian. Terdapat
beranekaragam jagung lokal di Kabupaten Flores
Timur. Berdasarkan perbedaan jumlah dan panjang tongkol, warna biji, besar biji, kandungan nutrien, maupun rasa yang sangat spesifik, maka jagung Flores Timur memiliki sekurang-kurangnya 4 varietas lokal yaitu, jagung kuning, jagung putih, jagung merah, dan
jagung pulut (Sri Mulyani, 2007). Dan hasil uji kandungan nutrien (karbohidrat, protein, dan lemak) berturut-turut
adalah: Jagung kuning (69;28 %; 11,09 %; 3,96 %); Jagung putih (70,80 %; 8,10
%; 6,01%); Jagung merah (67,20 %, 7,40
%, 4,68 %); 4. Jagung pulut (71,64 %, 8,62 %, 5,20 %). Jika diambil rata-rata
kandungan nutrien jagung lokal Flores Timur adalah: Karbohidrat: 69,74%; Protein: 8,80%; Lemak: 4,96 %.
Secara umum komposisi
nutrien tersebut tidak berbeda jauh dari beras dan gandum. Berturut-turut,
kandungan nutrien dari beras adalah: karbohidrat 76,8%, protein 6,3% dan lemak
0,5%. Komposisi gandum, karbohidrat 75,36%, protein 12,69% dan lemak 2,09%.
Bahkan rerata komposisi kandungan nutrien jagung lokal tersebut melebihi jagung
hibrida yang berturut-turut 63, 6%, 7,9% dan 3,4%. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa komposisi kandungan nutrien jagung lokal Flores Timur tak berbeda jauh
dari nutrien beras dan gandum, bahkan melebihi persentase kandungan nutrien
jagung hibrida.
Tak
hanya secara ilmiah-biologis jagung lokal Flores Timur membuat kita berbesar
hati. Secara sosio-kultural, jagung lokal juga berperan besar dalam membangun
kohesi sosial bahkan peradaban masyarakat setempat khususnya dan NTT umumnya. Misalnya,
jagung titi
(emping jagung) bagi suku Lamaholot di Flores Timur dan Lembata. Makanan khas
ini tidak sekedar sebagai makanan ringan (snack),
tetapi juga menjadi simbol pengikat persaudaraan dan kebersamaan sebagai orang Lamaholot. Di
mana ada
jagung titi, di sana ada kekeluargaan, kegembiraan, dan menjadi pengikat
solidaritas. Bahkan, dari pohon jagung orang Lamaholot belajar filosofi
solidaritas dan toleransi. Bukankah jagung di ladang adalah tanaman yang solider
dan terbuka dengan memberi ruang, dan bahkan mendukung pertumbuhan tanaman lain
seperti ubi dan kacang-kacangan?
Beberapa bukti bahwa jagung merupakan
makanan pokok Flores Timur adalah adanya jagung
lokal di setiap daerah, ada tradisi budaya seperti ritual sebelum tanam,
musim panen perdana ( belo wata naben merupakan tradisi di Waibalun oleh tetua suku) dan pascapanen
(gahak wata/meluruhkan jagung yang diikuti nyanyian dan tarian adat). Tarian gahak wata dijadikan
tarian adat yang sering dilombakan Alat tradisional seperti batu untuk pembuatan jagung titi, kai untuk
meluruhkan jagung masih tersimpan di beberapa daerah.
Mandiri dengan Jagung
Lokal
Di Indonesia, diversifikasi pangan sudah diusahakan sejak tahun 1960,
namun sampai dengan saat ini ketergantungan beras dan gandum belum dapat digeser. Hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun
2008 menunjukkan bahwa pola konsumen pangan
sumber karbohidrat masih didominasi oleh beras dan gandum dengan nilai kontribusi konsumsi karbohidrat sebesar 64,1% (di atas angka anjuran sebesar 50%). Karena itu,
harus terus diupayakan pencarian sumber pangan pengganti
beras dan gandum dengan berfokus
pada sumberdaya pangan lokal termasuk jagung.
Pemerintah
Daerah (Pemda) Propinsi NTT dibawah kepemimpinan FREN (Duet Frans Leburaya dan
Esthon Foenay) untuk periode 2008-2013 telah mencanangkan untuk menjadikan
jagung sebagai salah satu sektor unggulan. Karena itu, telah ada janji bersama
antara Pemda Provinsi dan Kabupaten se-NTTuntuk mensukseskan program jagung
ini. Pembagian peranpun dilakukan. Pemda Propinsi NTT menyiapkan bibit dan
pasar atau investor, sementara Pemda Kabupaten menyiapkan lahan dan
pengorganisasian petani (Silvester, 2009).
Begitupula di tingkat lokal, Flores
Timur misalnya. Menurut Bupati Flores Timur, lima tahun ke depan Flores Timur dicanangkan menjadi kabupaten mandiri pangan melalui gerakan
diversifikasi tanaman pangan dengan menetapkan Flores Timur sebagai kabupaten sentra pengembangan jagung atau Kabupaten Jagung. Di setiap wilayah komoditas tertentu
harus menjadi identitas wilayah tersebut, misalnya
wilayah pertanian Otan di Pulau Solor dan wilayah Ile Boleng di Pulau Adonara sebagai sentra penghasil jagung.Suatu
ketika orang akan mengatakan ini
jagung Flores Timur (Pos Kupang, 26/7/2011).
Sekalipun
demikian, masih ada pertanyaan yang harus dijawab di tengah gegap-gempita
pencanangan kemandirian pangan NTT dengan budidaya jagung tersebut. Jagung
jenis manakah yang akan dianjurkan pemerintah untuk ditanam di seantero NTT?
Jangan sampai hanya jagung hibrida hanya karena nama ‘hibridanya.’ Jika hanya
jagung hibrida, lalu apa bedanya dengan proyek ‘penaklukan’ atas jagung oleh
beras pada beberapa dekade silam? Bagaimanapun, keberadaan jagung-jagung lokal
NTT harus, bahkan yang pertama-tama diperhitungkan. Bukan saja karena jagung
jenis ini terbiasa dengan tanah dan iklim NTT tetapi juga karena kandungan
nutrien-nya tak kalah tinggi dengan beras dan gandum. Bahkan, rerata persentase
komposisi nutrien jagung Flores Timur justru masih di atas jagung hibrida.
Program jagungisasi seyogyanya dikaitkan di berbagai bidang,
seperti pendidikan, budidaya, pengolahan pasca panen, kuliner. Pendidikan Anak
Usia Dini harus mulai dperkenalkan dengan jagung dalam pelajaran. Budidaya
jagung yang sudah mendarah daging adalah modal untuk masuknya teknik budidaya
baru..Teknologi pasca panen perlu dikembangkan untuk menghadapi pengolahan yang
masih tradisional. Program-program kreasi kuliner dengan jagung sebagai bahan
pokok atau penguat dapat dilaksanakan dengan lomba, demonstrasi masak,
dan sebagainya. Penyajian jagung sebagai makanan utama seharusnya dipadu
dengan lauk pauk yang secara keseluruhan meningkatkan kualitas nasi jagung yang
dimakan.
Dengan melihat latar belakang
sejarah, didukung dengan sumberdaya alam yang cocok untuk tanaman jagung
sebagai pangan lokal, serta hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa,
jagung secara umum memiliki komposisi nutrisi yang tidak berbeda jauh dari pada
beras atau gandum. Dengan
demikian, kepada segenap putra-putri NTT, jangan ragu mengkonsumsi
jagung-jagung lokal. Percaya diri dan mantapkan kembali hatimu untuk mengakui
bahwa jagung adalah makanan pokokmu. Jadikan agenda Pemda Propinsi NTT untuk
“menjagungkan” NTT sebagai upaya menjadikan varietas jagung lokal untuk kembali menjadi “jantung” pangan
NTT. Kita tahtakan kembali jagung sebagai mahkota kemandirian pangan NTT. ( Anggota Agupena Flotim, Email: elfrid.larantuka@gmail.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar