BERJALAN

SELAMAT DATANG DI ASOSIASI GURU PENULIS INDONESIA (AGUPENA)FLORES TIMUR

Selasa, 21 Juli 2015

KEMBALIKAN JAGUNGKU SEBAGAI PANGAN NTT


 
Oleh:

Elfridus Sutomo Beramang, S.Pd, M.Pd
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana
Saat Ini Staf Pengajar  pada SMK Negeri 1 Larantuka
                                             
            Sejatinya, sumber pokok pangan penduduk NTT adalah jagung, bukan beras. Orang NTT dapat hidup sehat dengan makan jagung. Bahkan dengan jagung lokal alias jagung asli NTT. Bukan saja karena jenis jagung itu telah dibudidayakan dan dikonsumsi nenek moyang penduduk NTT sejak abad ke-16 silam. Juga bukan hanya karena mayoritas wilayah NTT  kering dan tandus. Melainkan, karena secara ilmiah telah terbukti bahwa kandungan nutrien jagung lokal NTT setara dengan beras maupun gandum.
            Bergesernya sumber pangan pokok masyarakat NTT dari jagung ke beras diperkirakan bermula sejak tahun 1980-an. Pergeseran ini, terutama disebabkan oleh kebijakan pemerintah pada saat itu yang serta-merta diterima oleh masyarakat. Masyarakat  kemudian berperilaku bahwa yang namanya makan berarti makan nasi, meskipun telah mengkonsumsi bahan pangan yang lain seperti jagung. Kalau mereka belum mencicipi nasi, tetap dianggap belum makan. Padahal, kandungan nutrien jagung tak berbeda jauh dari beras.

Jagung Flores Timur
            Ambillah varietas jagung lokal di kabupaten Flores Timur sebagai contoh kajian. Terdapat beranekaragam jagung lokal di Kabupaten Flores Timur. Berdasarkan perbedaan jumlah dan panjang tongkol, warna biji, besar biji, kandungan nutrien, maupun rasa yang sangat spesifik, maka  jagung Flores Timur memiliki sekurang-kurangnya 4 varietas lokal yaitu, jagung kuning, jagung putih, jagung merah, dan jagung pulut (Sri Mulyani, 2007). Dan hasil uji kandungan nutrien (karbohidrat, protein, dan lemak) berturut-turut adalah: Jagung kuning (69;28 %; 11,09 %; 3,96 %); Jagung putih (70,80 %; 8,10 %; 6,01%);  Jagung merah (67,20 %, 7,40 %, 4,68 %); 4. Jagung pulut (71,64 %, 8,62 %, 5,20 %). Jika diambil rata-rata kandungan nutrien jagung lokal Flores Timur adalah: Karbohidrat: 69,74%; Protein: 8,80%; Lemak: 4,96 %.
            Secara umum komposisi nutrien tersebut tidak berbeda jauh dari beras dan gandum. Berturut-turut, kandungan nutrien dari beras adalah: karbohidrat 76,8%, protein 6,3% dan lemak 0,5%. Komposisi gandum, karbohidrat 75,36%, protein 12,69% dan lemak 2,09%. Bahkan rerata komposisi kandungan nutrien jagung lokal tersebut melebihi jagung hibrida yang berturut-turut 63, 6%, 7,9% dan 3,4%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komposisi kandungan nutrien jagung lokal Flores Timur tak berbeda jauh dari nutrien beras dan gandum, bahkan melebihi persentase kandungan nutrien jagung hibrida.
            Tak hanya secara ilmiah-biologis jagung lokal Flores Timur membuat kita berbesar hati. Secara sosio-kultural, jagung lokal juga berperan besar dalam membangun kohesi sosial bahkan peradaban masyarakat setempat khususnya dan NTT umumnya. Misalnya, jagung titi (emping jagung) bagi suku Lamaholot di Flores Timur dan Lembata. Makanan khas ini tidak sekedar sebagai makanan ringan (snack), tetapi juga menjadi simbol pengikat persaudaraan dan kebersamaan sebagai orang Lamaholot. Di mana ada jagung titi, di sana ada kekeluargaan, kegembiraan, dan menjadi pengikat solidaritas. Bahkan, dari pohon jagung orang Lamaholot belajar filosofi solidaritas dan toleransi. Bukankah jagung di ladang adalah tanaman yang solider dan terbuka dengan memberi ruang, dan bahkan mendukung pertumbuhan tanaman lain seperti  ubi dan kacang-kacangan?
Beberapa bukti bahwa jagung merupakan makanan pokok  Flores Timur adalah adanya  jagung lokal di setiap daerah, ada tradisi budaya seperti ritual sebelum tanam,  musim panen perdana ( belo wata naben merupakan tradisi di Waibalun oleh tetua suku) dan pascapanen (gahak wata/meluruhkan jagung yang diikuti nyanyian dan tarian adat). Tarian gahak wata dijadikan tarian adat yang sering dilombakan Alat tradisional seperti batu untuk pembuatan jagung titi, kai untuk meluruhkan jagung  masih tersimpan di beberapa daerah.
Mandiri dengan Jagung Lokal
            Di Indonesia, diversifikasi pangan sudah diusahakan sejak tahun 1960, namun sampai dengan saat ini ketergantungan beras dan gandum belum dapat digeser. Hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008 menunjukkan bahwa pola konsumen pangan sumber karbohidrat masih didominasi oleh beras dan gandum dengan nilai kontribusi konsumsi karbohidrat sebesar 64,1% (di atas angka anjuran sebesar 50%). Karena itu, harus terus diupayakan pencarian sumber pangan pengganti beras dan gandum dengan berfokus pada sumberdaya pangan lokal termasuk jagung.
            Pemerintah Daerah (Pemda) Propinsi NTT dibawah kepemimpinan FREN (Duet Frans Leburaya dan Esthon Foenay) untuk periode 2008-2013 telah mencanangkan untuk menjadikan jagung sebagai salah satu sektor unggulan. Karena itu, telah ada janji bersama antara Pemda Provinsi dan Kabupaten se-NTTuntuk mensukseskan program jagung ini. Pembagian peranpun dilakukan. Pemda Propinsi NTT menyiapkan bibit dan pasar atau investor, sementara Pemda Kabupaten menyiapkan lahan dan pengorganisasian petani (Silvester, 2009).
            Begitupula di tingkat lokal, Flores Timur misalnya. Menurut Bupati Flores Timur, lima tahun ke depan Flores Timur dicanangkan menjadi kabupaten mandiri pangan melalui gerakan diversifikasi tanaman pangan dengan menetapkan Flores Timur sebagai kabupaten sentra pengembangan jagung atau Kabupaten Jagung. Di setiap wilayah komoditas tertentu harus menjadi identitas wilayah tersebut, misalnya wilayah pertanian Otan di Pulau Solor dan wilayah Ile Boleng di Pulau Adonara sebagai sentra penghasil jagung.Suatu ketika orang akan mengatakan ini jagung Flores Timur (Pos Kupang, 26/7/2011).
Sekalipun demikian, masih ada pertanyaan yang harus dijawab di tengah gegap-gempita pencanangan kemandirian pangan NTT dengan budidaya jagung tersebut. Jagung jenis manakah yang akan dianjurkan pemerintah untuk ditanam di seantero NTT? Jangan sampai hanya jagung hibrida hanya karena nama ‘hibridanya.’ Jika hanya jagung hibrida, lalu apa bedanya dengan proyek ‘penaklukan’ atas jagung oleh beras pada beberapa dekade silam? Bagaimanapun, keberadaan jagung-jagung lokal NTT harus, bahkan yang pertama-tama diperhitungkan. Bukan saja karena jagung jenis ini terbiasa dengan tanah dan iklim NTT tetapi juga karena kandungan nutrien-nya tak kalah tinggi dengan beras dan gandum. Bahkan, rerata persentase komposisi nutrien jagung Flores Timur justru masih di atas jagung hibrida.
 Program jagungisasi seyogyanya dikaitkan di berbagai bidang, seperti pendidikan, budidaya, pengolahan pasca panen, kuliner. Pendidikan Anak Usia Dini harus mulai dperkenalkan dengan jagung dalam pelajaran. Budidaya jagung yang sudah mendarah daging adalah modal untuk masuknya teknik budidaya baru..Teknologi pasca panen perlu dikembangkan untuk menghadapi pengolahan yang masih tradisional. Program-program kreasi kuliner dengan jagung sebagai bahan pokok  atau penguat dapat dilaksanakan dengan lomba, demonstrasi masak, dan sebagainya. Penyajian jagung sebagai  makanan utama seharusnya dipadu dengan lauk pauk yang secara keseluruhan meningkatkan kualitas nasi jagung yang dimakan.
Dengan melihat latar belakang sejarah,  didukung dengan sumberdaya alam yang cocok untuk tanaman jagung sebagai pangan lokal, serta  hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa, jagung secara umum memiliki komposisi nutrisi yang tidak berbeda jauh dari pada beras atau gandum.      Dengan demikian, kepada segenap putra-putri NTT, jangan ragu mengkonsumsi jagung-jagung lokal. Percaya diri dan mantapkan kembali hatimu untuk mengakui bahwa jagung adalah makanan pokokmu. Jadikan agenda Pemda Propinsi NTT untuk “menjagungkan” NTT sebagai upaya menjadikan varietas jagung  lokal untuk kembali menjadi “jantung” pangan NTT. Kita tahtakan kembali jagung sebagai mahkota kemandirian pangan NTT. ( Anggota Agupena Flotim, Email: elfrid.larantuka@gmail.com)

           



           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar