Kamis, 12 Januari 2012
Oleh Pion Ratuloly
sebuah
puisi reflektif kontempltif, mengenang tragedi perang tanding Lamahala-Horowura
pada tanggal 07 Maret 2010
kisah klasik itu tiba-tiba memuncratkan prahara
kisah klasik itu tiba-tiba memuncratkan prahara
dari
perut bumi Lamahala Horowura
betapa
muncul riwayat purba berdarah
lantaran
pangkal adalah amarah
tatkala
yang bicara hanyalah senapan, panah, tombak dan parang
maka
perang tanding tak paling berpaling
silang
sikut, saling serang menjadi ajang maha berang
tetesan-tetesan
keringat, darah dan air mata
kian
karib mngalir di mana-mana
bumi
Adonara menangis
tumpahkan
air mata darah dan tragis
sejauh
mana tapal batas kemanusiaan seseorang,
ketika
darah menjadi halal di ujung parang?
kita
telah jauh menapak
melewati
ruas-ruas jarak tak berjejak
cobalah
tengok ke belakang
sesungguhnya
kita adalah saudara
maka
damaikanlah di antara keduanya
dalam
bingkai naju-baja.
Kupang, maret 2010
'naju-baja adalah sebuah paham klasik masyarakat Lamahala-Horowura yang berasumsi bahwa kedua desa ini sejatinya adalah desa bersaudara
Kupang, maret 2010
'naju-baja adalah sebuah paham klasik masyarakat Lamahala-Horowura yang berasumsi bahwa kedua desa ini sejatinya adalah desa bersaudara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar